Selasa, 03 Desember 2013

Dalihan Na Tolu



 Dalihan natolu (tungku berkaki tiga) secara terjemahan menurut kata adalah wadah atau tempat tuk memasak makanan dijaman dulu.

 Dalihan Na Tolu merupakan Filsafat dan Pola Pikir Masyarakat Batak.

Dalihan na tolu itu sangat universal, latar belakangnya tentu untuk menjaga harmonisasi. 

Konsep Dalihan Na Tolu itu dibangun dengan latar belakang untuk menjaga keseimbangan antar hula-hula, boru dan dongan tubu sesuai dengan posisinya yang dapat berubah sesuai dengan posisi seseorang di marga. Tetap sinkron, dimanapun mereka berada harus harmonis, saling menghormati.



Dalihan Na Tolu merupakan filsafat dan pola pikir masyarakat batak dan jati dirinya di praktekkan dlm acara adat, tanpa dalihan na tolu mungkin adat istiadat Batak Sudah Punah. 

Dalihan Na Tolu, atau "tungku yg tiga" dimana itu adalah tempat masak sederhana, dimana ada tiga tungku yg sejajar lalu ditengahnya diletakkan kayu bakar untuk memasak makanan. Filsafat yg sederhana yg dimulai dari keluarga dan antara keluarga untuk menjaga keharmonisan dan didukung oleh nilai-nilai agama.

Berikut penjabaran singkat tentang makna filsafah Dalihan Natolu dalam kehidupan Batak Toba : 

1. Somba marhula-hula
Hula-hula dalam adat Batak adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. Dalam adat Batak yang paternalistik, yang melakukan peminangan adalah pihak lelaki.
Pihak perempuan pantas dihormati, karena mau memberikan putrinya sebagai istri yang memberi keturunan kepada satu-satu marga. Penghormatan itu tidak hanya diberikan pada tingkat ibu, tetapi sampai kepada tingkat ompung dan seterusnya.
Hula-hula dalam adat Batak akan lebih kelihatan dalam upacara Saurmatua (meninggal setelah semua anak berkeluarga dan mempunyai cucu). Biasanya akan dipanggil satu-persatu, antara lain : Bonaniari, Bonatulang, Tulangrorobot, Tulang, Tunggane, dengan sebutan hula-hula.


2. Manat Mardongan Tubu.
Dongan tubu dalam adat Batak adalah kelompok masyarakat dalam satu rumpun marga. Rumpun marga suku Batak mencapai ratusan marga induk. Silsilah marga-marga Batak hanya diisi oleh satu marga. Namun dalam perkembangannya, marga bisa memecah diri menurut peringkat yang dianggap perlu, walaupun dalam kegiatan adat menyatukan diri. 
Dongan Tubu dalam adat batak selalu dimulai dari tingkat pelaksanaan adat bagi tuan rumah atau yang disebut Suhut. Kalau marga A mempunyai upacara adat, yang menjadi pelaksana dalam adat adalah seluruh marga A.
Gambaran dongan tubu adalah sosok abang dan adik. Secara psikologis dalam kehidupan sehari-hari hubungan antara abang dan adik sangat erat. Namun satu saat hubungan itu akan renggang, bahkan dapat menimbulkan perkelahian. seperti umpama “Angka naso manat mardongan tubu, na tajom ma adopanna’. Ungkapan itu mengingatkan, na mardongan tubu (yang semarga) potensil pada suatu pertikaian. Pertikaian yang sering berakhir dengan adu fisik.

3. Elek Marboru
Boru ialah kelompok orang dari saudara perempuan kita, dan pihak marga suaminya atau keluarga perempuan dari marga kita. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah elek marboru yang artinya agar saling mengasihi supaya mendapat berkat(pasu-pasu). Istilah boru dalam adat batak tidak memandang status, jabatan, kekayaan oleh sebab itu mungkin saja seorang pejabat harus sibuk dalam suatu pesta adat batak karena posisinya saat itu sebagai boru.

Pada hakikatnya setiap laki-laki dalam adat batak mempunyai 3 status yang berbeda pada tempat atau adat yg diselenggarakan misalnya: waktu anak dari saudara perempuannya menikah maka posisinya sebagai Hula-hula, dan sebaliknya jika marga dari istrinya mengadakan pesta adat, maka posisinya sebagai boru dan sebagai dongan tubu saat teman semarganya melakukan pesta.

Jumat, 29 November 2013

Tarombo Raja Batak

SI RAJA BATAK 

Mempunyai 2 putra, yaitu :

1. GURU TATEA BULAN
2. RAJA ISOMBAON (RAJA ISUMBAON)


A. TATEA BULAN = GOLONGAN BULAN.

Merupakan golongan (pemberi) perempuan. Disebut juga GOLONGAN HULA-HULA dan MARGA LONTUNG

Dari istrinya yang bernama SI BORU BASO BURNING, GURU TATEA BULAN memperoleh 5 putra dan 4 putri. .

Putra :
1. SI RAJA BIAK-BIAK
2. TUAN SARIBURAJA
3. LIMBONG MULANA
4. SAGALA RAJA
5. MALAU RAJA (di Sumber lain disebut SILAU RAJA)

Putri :
1. SI BORU PAREME. Kawin dengan TUAN SARIBURAJA.
2. SI BORU ANTING SABUNGAN. Di Sumber lain disebut SI BORU PAROMAS. Kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA, putra RAJA ISOMBAON.
3. SI BORU BIDING LAUT. Juga kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA.
4. SI BORU NAN TINJO. Tidak kawin.


B.  ISOMBAON = GOLONGAN MATAHARI.

Merupakan golongan laki-laki. Disebut juga GOLONGAN BORU dan MARGA SUMBA

Mempunyai  3 putra, yaitu :

1. TUAN SORIMANGARAJA
2. RAJA ASI-ASI
3. SANGKAR SOMALIDANG

RAJA ASI-ASI dan SANGKAR SOMALIDANG meninggalkan Pusuk Buhit dan pergi ke daerah lain sebelum kawin.

RAJA ISOMBAON (RAJA ISUMBAON) = RAJA YANG DISEMBAH. Isombaon kata dasarnya adalah somba (sembah).


Semua keturunan dari SI RAJA BATAK dapat dibagi atas 2 golongan besar diatas.

Kedua golongan ini dilambangkan dalam bendera Batak (bendera SI SINGAMANGARAJA) dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan pada bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan dari SI RAJA BATAK





*diedit dari berbagai sumber*

Tarombo TUAN SORIMANGARAJA

Tarombo TUAN SORIMANGARAJA 

TUAN SORIMANGARAJA adalah putra pertama dari RAJA ISOMBAON (RAJA ISUMBAON). Dari ketiga putra RAJA ISOMBAON (RAJA ISUMBAON), hanya dialah yang tetap tinggal di Pusuk Buhit, Tanah Batak. 

Istrinya ada 3, yaitu :
1. SI BORU ANTING MALELA alias SI BORU ANTING SABUNGAN alias NAI AMBATON
2. SI BORU BIDING LAUT alias NAI RASAON
3. SI BORU SANGGUL HAOMASAN alias NAI SUANON

Istri pertama dan kedua dari TUAN SORIMANGARAJA tersebut adalah putri-putri dari GURU TATEA BULAN. 

Menurut versi lain, nama istri pertama dari TUAN SORIMANGARAJA adalah SI BORU PAROMAS.


1.NAI AMBATON 

 Istri pertama TUAN SORIMANGARAJA,  SI BORU ANTING MALELA alias SI BORU ANTING SABUNGAN alias NAI AMBATON) melahirkan putra bernama 

TUAN SORBA DIJULU alias OMPU RAJA NABOLON. 

Tapi kemudian TUAN SORBA DIJULU alias OMPU RAJA NABOLON ini digelari NAI AMBATON (menurut nama ibunya), dan sampai sekarang semua keturunannya dinyatakan sebagai keturunan NAI AMBATON.

Kemudian, TUAN SORBA DIJULU alias OMPU RAJA NABOLON alias NAI AMBATON ini mempunyai 4 putra, yaitu :

1. SIMBOLON TUA (keturunannya bermarga SIMBOLON)
2. TAMBA TUA (keturunannya bermarga TAMBA)
3. SARAGI TUA (keturunannya bermarga SARAGI)
4. MUNTE TUA (keturunannya bermarga MUNTE alias NAI MUNTE alias DALIMUNTE)


2.NAI RASAON 

Istri kedua dari TUAN SORIMANGARAJA (yaitu NAI RASAON) melahirkan putra bernama RAJA MANGARERAK. 
Tetapi kemudian RAJA MANGARERAK ini digelari NAI RASAON (menurut nama ibunya), dan sampai sekarang semua keturunannya dinyatakan sebagai keturunan NAI RASAON.

Kemudian, RAJA MANGARERAK alias NAI RASAON ini mempunyai 2 putra, yaitu :
1. RAJA MARDOPANG
2. RAJA MANGATUR

RAJA MARDOPANG mempunyai 3 putra, yaitu :
1. SITORUS (keturunannya bermarga SITORUS, dan marga PANE adalah salah satu marga cabangnya)
2. SIRAIT (keturunannya bermarga SIRAIT)
3. BUTARBUTAR (keturunannya bermarga BUTARBUTAR)

RAJA MANGATUR mempunyai putra bernama TOGA MANURUNG, yang keturunannya bermarga MANURUNG.  

Menurut Sumber lain, TUAN SORBA DIJAE adalah putra kedua dari TUAN SORIMANGARAJA. Kemudian, TUAN SORBA DIJAE ini mempunyai putra bernama RAJA MANGARERAK alias NARASAON (bukan NAI RASAON), yang selanjutnya mempunyai 2 putra, yaitu :
1. RAJA MARDOPANG alias RAJA SITORUS
2. RAJA MANGATUR alias TOGA MANURUNG.

RAJA MARDOPANG alias RAJA SITORUS mempunyai 3 putra, yaitu :
1. SITORUS (keturunannya bermarga SITORUS)
2. SIRAIT (keturunannya bermarga SIRAIT)
3. BUTARBUTAR (keturunannya bermarga BUTARBUTAR)


3.NAI SUANON 

Istri ketiga dari TUAN SORIMANGARAJA (yaitu NAI SUANON) melahirkan putra bernama TUAN SORBA DIBANUA. 
Tetapi kemudian TUAN SORBADIBANUA ini digelari NAI SUANON (menurut nama ibunya), dan sampai sekarang semua keturunannya dinyatakan sebagai keturunan NAI SUANON.

Kemudian, TUAN SORBA DIBANUA alias NAI SUANON ini mempunyai 8 putra, yaitu :

1. SI BAGOT NI POHAN (keturunannya bermarga POHAN)
2. SI PAET TUA
3. SI LAHI SABUNGAN (keturunannya bermarga SILALAHI)
4. SI RAJA OLOAN
5 .SI RAJA HUTALIMA
6. SI RAJA SUMBA
7. SI RAJA SOBU
8. TOGA NAIPOSPOS (keturunannya bermarga NAIPOSPOS)

Menurut Sumber lain, SI RAJA SOBU adalah putra keenam, sedangkan SI RAJA SUMBA adalah putra ketujuh.

SI BAGOT NI POHAN, SI PAET TUA, SI LAHI SABUNGAN, SI RAJA HUTALIMA, dan SI RAJA OLOAN dilahirkan oleh istri pertama TUAN SORBA DIBANUA, yaitu putri SARIBURAJA. 

Sedangkan SI RAJA SUMBA, SI RAJA SOBU, dan TOGA NAIPOSPOS dilahirkan oleh istri keduanya, yaitu BORU SIBASOPAET, putri Mojopahit.

Keluarga TUAN SORBA DIBANUA bermukim di Lobu Parserahan, Balige. Pada suatu ketika, terjadi suatu peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, TUAN SORBA DIBANUA menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa disengaja, mata SI RAJA HUTALIMA terkena lembing SI RAJA SOBU. Hal ini membangkitkan emosi kedua istri TUAN SORBA DIBANUA dan putra-putranya masing-masing, yang tak dapat diatasi lagi oleh TUAN SORBA DIBANUA. Akibatnya, si istri kedua beserta ketiga putranya pindah ke Lobu Galagala di kaki gunung Dolok Tolong sebelah barat.

Keturunan TUAN SORBA DIBANUA berkembang dengan pesat dan melahirkan lebih dari 100 marga hingga saat ini.

Tarombo Si Bagot ni Pohan

Tarombo SI BAGOT NI POHAN

Versi I

SI BAGOT NI POHAN melahirkan marga dan marga cabang :
1. TAMPUBOLON, BARIMBING, SILAEN
2. SIAHAAN, SIMANJUNTAK, HUTAGAOL, NASUTION
3. PANJAITAN, SIAGIAN, SILITONGA, SIANIPAR
4. SIMANGUNSONG, MARPAUNG, NAPITUPULU, PARDEDE


Versi II

SI BAGOT NI POHAN mempunyai 4 putra, yaitu :
1. TUAN SIHUBIL
2. TUAN SOMANIMBIL
3. TUAN DIBANGARNA
4. SONAK MALELA

# TUAN SIHUBIL mempunyai putra bernama TAMPUK BOLON, yang keturunannya bermarga TAMPUBOLON.

# TUAN SOMANIMBIL mempunyai 3 putra, yaitu :
1. SOMBA DEBATA (keturunannya bermarga SIAHAAN)
2. RAJA MARSUNDUNG (keturunannya bermarga SIMANJUNTAK)
3. TUAN MARUJI (keturunannya bermarga HUTAGAOL)

TUAN DIBANGARNA mempunyai 4 putra, yaitu :
1. PANJAITAN (keturunannya bermarga PANJAITAN)
2. DATU NABOLON (keturunannya bermarga SILITONGA)
3. SIAGIAN (keturunannya bermarga SIAGIAN)
4. SIANIPAR (keturunannya bermarga SIANIPAR)

SONAK MALELA mempunyai 3 putra, yaitu :
1. SIMANGUNSONG (keturunannya bermarga SIMANGUNSONG)
2. MARPAUNG (keturunannya bermarga MARPAUNG)
3. RAJA NAPITUPULU


Kamis, 28 November 2013

Tarombo Tuan Dibangarna

Tuan Dibangarna mempunyai 4 putra
1. Panjaitan
2. Silitongan
3. Siagian
4. Sianipar 

Panjaitan mempunyai 2 putra, yaitu : 
1. Raja situngo 
2. Datu nabolon  

Siagian  mempunyai 2 putra, yaitu : 
1. Papaga lote (keturunannya bermarga Pardosi) 
2. Pandeanduri  

Sianipar mempunyai 4 putra, yaitu : 
1. Guru Soaloon 
2. Purbaraja 
3. Datu Lopak  (sumber lain menyebut : Datu Tapak) 
4. Sibatang buruk

Catatan : ada sumber yang menyebut Datu Lopak no.2, Purbaraja No.3 

# Menurut cerita Tuan Dibangarna punya 2 istri, dari istri pertama lahir : panjaitan, silitonga dan siagian. 
dari istri kedua lahir sianipar

# disebut silitonga karena karena anak tengah
# disebut siagian karena anak bungsu
# disebut sianipar karena Tuan Dibangarna melewati sebuah sungai untuk menemui istrinya yang kedua

Cerita marga Pardosi dan Siagian


Ada turi turian (CERITA ORANGTUA-Dongeng) yang menjelaskan asal usul dari Marga Pardosi Siagian tuan dibangarna, Pardosi adalah salah satu keturunan dari tuan Raja Siagian.

Salah satu ank dari Raja Siagian ini sudah terkenal kemampuannya dalam membuat GORGA ni SOPO (Corak lukisan pada Rumah Adat Batak). Designed SOPO ini sangat luar biasa karena sangat Dinamis dan kokoh tanpa ada PAKU SATU PUN, dan kalaupun diikat tali pengikatnya terbuat dari IJUK ni BAGOT ( sejenis serat yang diperoleh dari Pohon nira dan dipilin), SOPO(Rumah adat Batak) ini penuh dengan beberapa Filosofi yang bisa dipergunakan dalam hidup kermasyarakat(EDISI berikutnya akan di jelaskan oleh penulis). dan untuk membangun SOPO ini biasanya diperlukan waktu yang sangat lam bisa bertahun tahun lamanya.

Salah satu anak dari Raja Siagian ini mempunyai keahlian yang sangat luar biasa dalam membuat GORGA (ukiran-Red) bahkan sudah terdengar sampai kepenjuru kerjaan Batak yang ada di Toba, sehingga Anak dari Raja Siagian ini di utus untuk memimpin satu pembangunan sebuah Sopo di TOBA dan dilengkapi peralatannya oleh Raja Siagian termasuk TUHIL (Pahat) yang menjadi peralatan utama dalam mengukir GORGA.

Setalah SOPO yang dibangun hampir selesai lebih cepat 7 bulan dari yang diperhitungkan, karena dikerjakan hampir siang dan malam oleh Raja Siagian yang ditunjuk, sehingga suatu hari, Anak Raja Siagian ini tanpa disengaja membuat TUHIL (Pahat) yang dipergunakan terjatuh dan hilang/tidak ditemukan karena sudah malam hari dan Gelap.

Keesokan harinya, Raja Siagian yang mengutus anaknya untuk mengerjakan SOPO melakukan kunjungan sambil mengecek pekerjaan Pembangunan SOPO, namun Raja tidak menemukan Anaknya di SOPO itu dan tidak sedang mengerjakan GORGA, sampai dengan amarahnya Raja Siagian menyuruh para pasukan mencari anaknya sampai ketemu, akhirnya Raja Siagian sendiri menemukan Anaknya sedang MANOMPA BOSI (Menempa TUHIL di Pandai Besi).

Karena amarhnya Raja Siagian Memarahi anaknya, dan mengusirnya dari kerajaannya dengan mengucapkan:

"Husuru ho Mambaen Gorga!!!! Hape Manoma bosi do di Ula ho!!! atik na PARBOSI do ho???"

Karena merasa pekerjaannya tidak dimengerti oleh Orang tuanya, meskipun kakak kakak kandungnya berusaha untuk menyakinkan Adiknya agar SABAR dan mengerti atas emosi orang tuanya, akhirnya Anaknya merasa kecewa dan benar benar merantau dari kerajaan itu dan menuju dareah HABINSARAN yang saat ini terkenal dengan nama PARSOBURAN (Ibu kota Kec-HABINSARAN).

Sampai akhirnya dia mengaku sebagai Marga PARDOSI dan menemukan jodohnya di sana dan selanjutnya memiliki keturunan yang Banyak.
DiParsoburan HABINSARAN hampir 60% marga yang ada disana terdiri dari Marga Pardosi dan mayoritas bermukin di dua tempat disana yakni HUTA GORAT dan HUTA GINJANG.

Demikianlah sampai seterusnya keturunan dari raja SIAGIAN PARBOSI ini mengaku menjadi Marga Pardosi, dan HAHANA/Kakaknya/BAPATUANA/Bapak TUanya/UDANYA/BApak Udanya sebenarnya tetap sayang pada ADIK/KAKAK mereka yang sudah merantau, sehingga sampai saat ini di Perantauan Pardosi selalu masuk menjadi Siagian dan sekaligus sebagai Raja di Tuandibangarna.


Catatan :
# Cerita ini adalah cerita mulut kemulut dan turun temurun dari orang tua kita yang kebenarannya masih belum di dokumentasikan, dan turi turian ini adalah salah satu dari banyak turi turian yang ada hingga saaat ini.

.

Sumber : http://tuandibangarnabpn.com/rubrik.php?module=detailberita&id=11

Tarombo Raja Sianipar

VERSI I

RAJA SIANIPAR
ada 1 keturunan
1.Babiat nataripar

BABIAT NATARIPAR
ada 2 keturunan 
1.Patuat Gaja
2.Sinohor-nohor
(untuk posisi siapakah yang anak pertama dan kedua masih ada yang memperdebatkan)

PATUAT GAJA
ada 4 keturunan
1.Gurusoaloon
2. Purba raja
3.Datu lopak
4.Sibatang buruk



VERSI II

RAJA SIANIPAR
ada 1 keturunan
1.Patuan (atau ada yg menyebut : Raja patuan)

PATUAN (atau ada yang menyebut Raja patuan)
ada 2 keturunan 
1.Patuat Gaja
2.Sinohor-nohor
(untuk posisi siapakah yang anak pertama dan kedua masih ada yang memperdebatkan)


PATUAT GAJA
ada 4 keturunan
1.Gurusoaloon
2. Purba raja
3.Datu lopak
4.Sibatang buruk

Balige




Balige adalah ibukota kabupaten TOBASA, sumatera utara. Kota ini sering disebut sebagai asal dari marga sianipar

Cerita Patuat Gaja

Dahulu kala, adalah seorang pemuda dari Lumban Sianipar-Balige dimana keturunannya menyebutnya dengan Raja Patuat Gaja. Dia adalah cucu dari Raja Sianipar. Nama Raja Patuat Gaja ini bukan muncul begitu saja tetapi dari peristiwa yang sangat dikenal oleh keturunan Raja Patuat Gaja ini yang juga menentukan pihak yang disebut tulang bona ni ari dari keturunan Raja Patuat Gaja ini.

Dahulu kala, di tanah Batak, ada sebuah acara pesta muda-mudi yang bertujuan sebagai wadah perkenalan pemuda-pemudi Batak. Di dengar oleh Raja Patuat Gaja inilah bahwa di daerah Silindung ada pesta muda-mudi sehingga diapun berangkat dari Lumban Sianipar-Balige. Dalam pesta itu, Raja Patuat Gaja terpikat melihat cantiknya seorang gadis dari marga Simanungkalit yang bernama Margidol. Raja Patuat Gaja memetik sekuntum bunga-bungaan yang berada di sekitar tempat itu kemudian memberikannya kepada Margidol br Simangkalit. Dahulu kala, jika ada seorang pemuda memberikan sekuntum bunga kepada seorang gadis maka gadis tersebut tidak dapat menolak cinta dari pemuda tersebut.
Ketika orang tua Margidol br Simanungkalit mengetahui hal itu, sangatlah resah hatinya karena ternyata Margidol br Simanungklalit ini sudah ditunangkan dengan orang lain. Orang tua Margidol br Simannungkalit ini berencana menggagalkan dan membatalkan lamaran dari Raja Patua Gaja. Ketika Raja Patuat Gaja datang melamar Margidol br Simanungkalit kepada orang tuanya, maka mereka memberikan syarat kepada Raja Patuat Gaja untuk membawa seekor gajah putih ke kampung mereka. Gajah di tanah Batak tidak ada yang berwarna putih dan kampung Simanungkalit ini berada di sebuat lembah yang dikelilingi bukit. Namun, syarat yang diberikan oleh mereka disetujui oleh Raja Patuat Gaja.

Pergilah Raja Patuat Gaja mencari seekor gajah liar yang berwarna abu-abu, selayaknya warna seekor gajah. Selain mencari seekor gajah, Raja Patuat Gaja juga mencari cat warna putih yang dahulu kala berasal dari sejenis tanah yang berwarna putih. Raja Patuat Gaja mengganti warna gajah tersebut dengan warna putih sama seperti permintaan Simanungkalit ini. Tantangan berikutnya yang harus dia lalui adalah bagaimana menurunkan seeokor gajah ke kampung Simanungkalit ini, namun tantangan ini akhirnya dapat dia lalui dan memberikan seekor gajah putih kepada Simanungkalit, orang tua Margidol br Simanungkalit dan mereka tercengang dengan seekor gajah putih ada di depan mereka. Itulah sebabnya keturunannya memberi gelar Raja Patuat Gaja (Raja yang menurunkan gajah).
Namun, tetap saja orang tua Margidol br Simanungkalit ini tidak mau menerima lamaran Raja Patuat Gaja. Mereka akan tidak mengakui Margidol br Simanungkalit sebagai anaknya jika Margidol br Simanungkalit tetap menikah dengan Raja Patuat Gaja. Namun, karena Raja Patuat Gaja begitu terpikat dengan Margidol br Simanungkalit, dia tetap bersikeras akan menikahinya dengan alasan kejadian di pesta nuda-mudi tersebut. Melihat hal itu, maka kakek Margidol br Simanungkalit maju dan menyetujui pernikahan mereka dan akan menganggap Margidol br Simanungkalit sebagai anaknya jika orang tua Margidol br Simanungkalit tidak mengakuinya sebagai anaknya. Akhirnya pernikahan mereka terjadi.
Kisah yang dialami oleh Raja Patuat Gaja ini akan menentukan posisi marga Simanungkalit dalam silsilah marga Sianipar keturunan Raja Patuat Gaja ini. Marga Simanungkalit menjadi tulang bona ni ari, yaitu sebagai tulang yang posisinya paling tinggi dalam silsilah Batak. Setiap orang dari marga Sianipar wajib menghormati marga Simanungkalit. Dan hal tersebut juga mempengaruhi posisi marga Sianipar dalam silsilah marga Simanungkalit. Ketika ada pesta adat dari marga Simanungkalit, maka mereka akan memanggil marga Sianipar sebagai boru (putri) kesayangan.
Raja Patuat Gaja akhirnya mempunyai empat orang anak dari Margidol br Simanungkalit dan mereka tinggal di Lumban Sianipar-Balige. Dan sekarang makam Raja Patuat Gaja ini ada di pintu masuk kampung Lumban Sianipar ini dengan model makam Batak yang khas.

Sumber : http://batarasianipar.blogspot.com/2011/05/kisah-raja-patuat-gaja.html


Gambar makam Patuat Gaja di Balige, Tobasa, Sumatera Utara

Cerita tentang marga Silitonga dan Sianipar

Sejarah ni Silitonga dohot Sianipar ( versi ni marga Silitonga )

Pada jaman dulu, tinggallah Tuan Dibangarna di Toba Holbung, anak ketiga dari Raja Sibagot ni Pohan. Pada saat Tuan Dibangarna mempunyai 3 anak laki-laki yang bernama Raja Panjaitan, Raja Silitonga dan Raja Siagian maka Tuan Dibangarna minta ijin untuk pergi ke daerah lain untuk mencari ilmu (ini adalah kebiasaan orang Batak pada jaman dulu). Karena ayah mereka tidak pulang dalam waktu yang lama maka ketiga anaknya tersebut berunding untuk membagi harta warisan ayah mereka.


Namun, setelah beberapa tahun, Tuan Dibangarna kembali. Dia tidak sendirian namun membawa seorang anak yang bernama Sianipar. Tuan Dibangarna mengatakan bahwa Sianipar ini adalah anaknya. Setelah sekian lama Sianipar meminta warisan dari ayahnya, namun dia disuruh untuk meminta kepada abang-abangnya. Maka Sianipar mendatangi Raja Panjaitan dan meminta warisan darinya. Raja Panjaitan menolak permintaan Sianipar. Kemudian dia mendatangi Raja Siagian, namun sama seperti sebelumnya, permintaan Sianipar ini ditolak Raja Siagian. Begitu sedihnya Sianipar karena abang-abangnya tidak mau berbagi warisan.

Ketika Raja Silitonga melihat kesedihan Sianipar maka diapun bertanya mengapa wajahnya begitu sedih. Kemudian Sianipar menceritakan kesedihannya kepada Raja Silitonga. Dan dengan besar hati Raja Silitonga berkata kepada Sianipar,
“Janganlah kamu bersedih, semua warisan yang kuterima akan kuberikan kepadamu dan menjadi warisanmu”.

Karena semua warisan Raja Silitonga sudah diberikan kepada Sianipar, maka iapun pergi mencari daerah untuk dijadikan perkampungannya. Dan akhirnya dia sampai ke daerah Sipahutar.  Raja Silitonga akhirnya berdiam di Sipahutar.

Itulah sebabnya tidak ada tanah marga Silitonga di Toba Holbung namun ada di Sipahutar.


Catatan : diatas adalah cerita dari mulut ke mulut versi dari marga silitonga, untuk kebenarannya tidak diketahui dengan pasti